Macam-Macam Dan Pengertian Peribahasa (Pepatah, Perumpamaan, Pemeo) Teladan Peribahasa

7:20 AM
Pengertian Peribahasa- Peribahasa Indonesia merupakan salah satu warisan budaya di negeri tercinta ini, namun seiring dengan berjalannya waktu dikala ini peribahasa terkadang hanya dikenal sebagai salah satu pembahasan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia saja tanpa ada rasa melestarikannya dan memahaminya sebagai salah satu bentuk kepedulian kita, padahal jikalau kita lihat peribahasa sendiri banyak memiliki makna kebijaksanaan pekerti di dalamnya.

Peribahasa biasa dipakai untuk menyindir atau memperindah bahasa. Kata-kata dalam peribahasa merupakan susunan yang niscaya dan tidak sanggup diubah. Adapun klarifikasi dalam bahan kali ini anda sanggup memahami di bawah ini yaitu Macam-Macam dan Pengertian Peribahasa.

Macam-Macam dan Pengertian Peribahasa

 Peribahasa Indonesia merupakan salah satu warisan budaya di negeri tercinta ini Macam-Macam dan Pengertian Peribahasa (Pepatah, Perumpamaan, Pemeo) Contoh Peribahasa

Bentuk peribahasa antara lain yakni sebagai berikut :
1. Pepatah 
Pepatah yakni jenis peribahasa yang berisi nasihat atau anutan dari orang tua.
Contoh:
a. Air damai menghanyutkan berarti orang pendiam, tetapi banyak ilmu.

b. Setinggi-tinggi bangau terbang, hinggapnya ke kubangan juga berarti walaupun ke mana juga seseorang pergi, kelak tentu kembali ke negeri sendiri.

2. Perumpamaan 
Perumpamaan yakni jenis peribahasa yang berisi perbandingan yang memakai kata seperti, sebagai, bagai, bak, atau laksana.
Contoh:
a. Seperti pungguk merindukan bulan berarti mengharap-harapkan sesuatu yang mustahil tercapai.

b. Bagai makan buah si malakama, dimakan ibu mati, tak dimakan bapak mati berarti serba sulit dalam memilih perilaku atau tindakan.

3. Pemeo 
Pemeo yakni jenis peribahasa yang dijadikan semboyan.
Contoh:
a. Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul berarti seia sekata, senasib sepenanggungan.
b. Patah sayap, bertongkat paruh berarti tidak berputus asa. (B.Indonesia R.Novi)

Sebagai contoh, kata peribahasa tersebut terdapat dalam kisah berikut:

 Kalong Terbang Malam
Pada zaman dahulu, kalong mencari makan pada siang hari. Sama dengan hewan-hewan lainnya. Ia suka makan buah-buahan, terutama buah-buahan yang ranum. Sayap yang tebal dan berpengaruh memudahkannya terbang dari sebuah pohon ke pohon yang lain. Gigi yang tajam memudahkannya mengunyah biji-bijian yang keras.Karena kelebihannya itu, kalong menjadi sombong. Ia selalu berkumpul sesamanya, tidak mau bergaul dengan hewan-hewan lainnya, menyerupai bangsa burung dan bangsa kera.

Suatu ketika, simpanse yang menjadi ketua bangsa binatang tiba ke rumah kalong.
”Maaf, saya mengganggu kebahagiaanmu, kalong,” kata kera. ”Besok seluruh binatang akan bergotong
royong di kebun ini. Membersihkan sampah yang menyumbat aliran air. Kamu lihat sendiri ’kan, air yang tersumbat itu menggenangi kebun sehingga pohonpohon tidak tumbuh subur.”
”Apa katamu?” tanya kalong mendekat sambil mengepakkan sayap. ”Kamu lihat sendiri ’kan. Aku ini makhluk bersayap, tidak sama dengan bangsamu.Kamu tidak berhak memerintah aku. Perintahlah bangsamu sendiri!”

Tak berapa usang kemudian, seekor burung jalak hinggap di pohon daerah berkumpulnya kalong-kalong itu.”Maaf, kalong, saya mengganggu kebahagiaanmu,” katanya mendekati kalong yang sedang tertawa.”Besok semua burung akan sesungguhnya di kebun kita. Membasmi ulat-ulat yang menggerogoti buah-buahan. Bukankah buah-buahan yang hampir ranum itu wangi alasannya yakni ulat-ulat itu?””Apa katamu? Bergotong-royong? Kamu lupa ya, saya ini bukan bangsa burung. Lihat ini, gigi-gigiku!” ujar kalong sambil memperlihatkan gigi-giginya yang tajam.

”Kamu tidak berhak memerintah aku. Perintahlah bangsamu yang tidak punya gigi!” tambah kalong diiringi tawa teman-temannya. Kalong berlaku menyerupai raja kaya.

Burung jalak utusan bangsa burung itu pun meninggalkan daerah itu dengan kecewa.
Keesokan harinya, pagi-pagi benar seluruh binatang yang tinggal di kebun itu serempak bekerja. Kera yang memimpin binatang berkaki empat memindahkan sampah yang menumpuk. Sampah itu dikumpulkan di suatu daerah kemudian dibakar. Burung jalak terbang ke sana kemari, mengawasi teman-temannya yang bekerja.

Ada yang membersihkan ulat buah nangka, yang lainnya membersihkan ulat-ulat buah jambu. Rugi menentang laba, jerih menentang boleh itulah peribahasa yang cocok untuk mereka. Pada trend berikutnya, pohon-pohon di kebun itu tumbuh subur. Tak ada buah-buahan yang busuk. Buahbuahan itu menyerupai tersenyum memperlihatkan warna kuning kemerah-merahan atau cokelat kehitam-hitaman.

Aromanya sangat merangsang binatang yang kebetulan lewat. Tergerak hati simpanse dan jalak untuk bergotongroyong memetik buah-buahan yang sedap itu.”Hai, bangsa binatang dan burung, besok kita sesungguhnya memetik buah-buahan,” seru simpanse dan jalak berkeliling.

Hari itu yakni hari yang dinanti-nanti. Semua binatang yang hidup di kebun itu bekerja keras, mengerahkan tenaga memetik buah-buahan yang ranum. Buah-buahan itu dikumpulkan di suatu tempat, kemudian dipestakan bersama-sama. Mereka sangat gembira, bermain dan bernyanyi-nyanyi. Setelah itu, mereka pulang membawa sisa-sisa makanan untuk keluarganya.

Bangsa kalong terheran-heran mendapati buahbuahan yang ranum habis terpetik.”Pasti ulah bangsa simpanse dan burung,” gerutunya sambil menahan lapar. Kemudian ia segera terbang
menuju rumah simpanse dan burung.
”Hai, kera! Mengapa kau tidak mengajakku ikut memetik buah-buahan? Aku ’kan bangsa hewan!”
gertaknya di depan kera.
”Lho, katanya kau punya sayap, jadi kau yakni bangsa burung. Mintalah buah-buahan kepada
bangsa burung!” jawab simpanse tenang.
”Hai, burung! Mengapa kau tidak mengajakku memetik buah-buahan? Aku ’kan bangsa burung!” kata kalong sambil membusungkan dada di depan jalak.
”Lho, katanya kau punya gigi. Jadi, kau bukan bangsa kami,” ujar jalak sambil tersenyum. Kalong kecewa. Ternyata apa yang ditanam, itulah yang tumbuh.

Dengan rasa malu, kalong dan kawan-kawannya terbang meninggalkan jalak dan kera. Sejak kejadian itu, kalong tidak mau mencari makan pada siang hari, tetapi sembunyi-sembunyi pada malam hari. Hal ini dikarenakan kalong tidak sanggup menaruh muka.
Sumber: Cerita Rakyat dari Bali 3, Made Taro, 2003

Begitulah mengenai Materi yang sanggup saya paparkan mengenai pembahasan Macam-Macam dan Pengertian Peribahasa. Semoga dengan adanya postingan dari blog ini sanggup membantu anda dan menambah wawasan dalam pembelajaran.Terimakasih

Share this :

Previous
Next Post »
0 Komentar

Penulisan markup di komentar
  • Silakan tinggalkan komentar sesuai topik. Komentar yang menyertakan link aktif, iklan, atau sejenisnya akan dihapus.
  • Untuk menyisipkan kode gunakan <i rel="code"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan kode panjang gunakan <i rel="pre"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan quote gunakan <i rel="quote"> catatan anda </i>
  • Untuk menyisipkan gambar gunakan <i rel="image"> URL gambar </i>
  • Untuk menyisipkan video gunakan [iframe] URL embed video [/iframe]
  • Kemudian parse kode tersebut pada kotak di bawah ini
  • © 2015 Simple SEO ✔