Hari Ini Biar Tetap Bermakna

2:57 PM
GUSTI ALLAH TIDAK NDESO

Suatu kali Emha Ainun Nadjib ditodong dengan pertanyaan beruntun.
"Cak Nun," kata sang penanya, "misalnya pada waktu bersamaan tiba-tiba sampeyan menghadapi tiga pilihan, yang harus dipilih salah satu:

  1. Pergi ke masjid untuk shalat Jumat. 
  2. Mengantar pacar berenang. 
  3. Atau mengantar tukang becak miskin ke rumah sakit akhir tubruk lari, 
mana yang sampeyan pilih ?"
Cak Nun menjawab lantang, "Ya nolong orang kecelakaan... !!"
"Tapi sampeyan kan dosa sebab tidak sembahyang ?" kejar si penanya.
"Ah, mosok Allah bodoh gitu," jawab Cak Nun.
"Kalau saya menentukan shalat Jumat, itu namanya mau masuk nirwana tidak ngajak-ngajak, " katanya lagi. "Dan lagi belum tentu Tuhan memasukkan ke nirwana orang yang memperlakukan sembahyang sebagai credit point pribadi. Bagi kita yang menjumpai orang yang ketika itu juga harus ditolong, Tuhan tidak berada di mesjid, melainkan pada diri orang yang kecelakaan itu.

Kata Tuhan: 

Kalau engkau menolong orang sakit, Aku-lah yang sakit itu. 
Kalau engkau menegur orang yang kesepian, Aku-lah yang kesepian itu.
Kalau engkau memberi makan orang kelaparan, Aku-lah yang kelaparan itu.
Kriteria kesalehan seseorang tidak hanya diukur lewat shalatnya. Shalat memang wajib tapi utk Allah (tidak dipamerkan kepada orang lain).

Tolok ukur kesalehan hakikatnya yaitu output sosialnya: kasih sayang sosial, sikap demokratis, cinta kasih, kemesraan dengan orang lain, memberi, membantu sesama.

Idealnya, orang beragama itu seharusnya memang mesti shalat, ikut misa, atau ikut kebaktian, tetapi juga tidak korupsi dan mempunyai sikap yang santun dan berkasih sayang.
Agama yaitu akhlak. 

Agama yaitu perilaku. 
Agama yaitu sikap. 
Agama mengajarkan pada kesantunan, belas kasih, dan cinta kasih sesama.
Bila kita cuma puasa, shalat, baca al-Quran, pergi ke kebaktian, ikut misa, tiba ke pura. 

Menurut saya, kita belum layak disebut orang yang beragama. Tetapi, kalau ketika bersamaan kita tidak mencuri uang negara, menyantuni fakir miskin, memberi makan belum dewasa terlantar, hidup bersih, maka itulah orang beragama. Ukuran keberagamaan seseorang bergotong-royong bukan hanya dari kesalehan personalnya, melainkan juga kesalehan sosial.

Orang beragama yaitu orang yang dapat menggembirakan tetangganya. Orang beragama ialah orang yang menghormati orang lain, meski beda agama. Orang yang punya solidaritas dan keprihatinan sosial pada kaum mustadh'afin (kaum tertindas). Juga tidak korupsi dan tidak mengambil yang bukan haknya.

Karena itu, orang beragama mestinya memunculkan sikap dan jiwa sosial tinggi. Bukan orang-orang yang meratakan dahinya ke lantai masjid, sementara beberapa meter darinya, orang-orang

miskin meronta kelaparan... !"

(Emha Ainun Najib)



Share this :

Previous
Next Post »
0 Komentar

Penulisan markup di komentar
  • Silakan tinggalkan komentar sesuai topik. Komentar yang menyertakan link aktif, iklan, atau sejenisnya akan dihapus.
  • Untuk menyisipkan kode gunakan <i rel="code"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan kode panjang gunakan <i rel="pre"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan quote gunakan <i rel="quote"> catatan anda </i>
  • Untuk menyisipkan gambar gunakan <i rel="image"> URL gambar </i>
  • Untuk menyisipkan video gunakan [iframe] URL embed video [/iframe]
  • Kemudian parse kode tersebut pada kotak di bawah ini
  • © 2015 Simple SEO ✔